Rabu, 22 Juni 2011

Kejujuran Pondasi Akhlaqul Karimah

Bu Siami tak pernah membayangkan niat tulus mengajarkan kejujuran kepada anaknya malah menuai petaka. Warga Jl Gadel Sari Barat, Kecamatan Tandes, Surabaya, itu diusir ratusan warga setelah ia melaporkan guru SDN Gadel 2 yang memaksa anaknya,  memberikan contekan kepada teman-temannya saat ujian nasional pada 10-12 Mei 2011 lalu. Satu lagi Ujian untuk yang bertindak Jujur!…..
Banyak orang yang mengetahui bahwa kejujuran adalah sesuatu yang sangat mahal harganya. Mungkin saking mahalnya sehingga sangat jarang ditemukan pada orang-orang biasa. Hanya orang-orang yang luar biasa sajalah yang masih mampu menggenggam “bara api ” kejujuran itu dalam hidupnya. Namun begitu saya yakin bahwa setiap orang dalam hati nurani nya terdalam pasti menginginkan hidup dalam kejujuran. Namun karena tuntutan kepentingan  yang begitu besar membuat mereka harus rela melepas kejujurannya sementara.
Betapa banyak sekali manusia dewasa ini yang hidup dalam ketidakjujuran demi mengejar prestise ataupun kenikmatan duniawi semata. Seorang kepala sekolah akan merasa terhina jika siswanya banyak yang tidak lulus, belum lagi menjadi iklan yang buruk untuk perekrutan calon siswa baru mendatang. Seorang siswa merasa akan malu sekali jika tidak lulus, dimarahi ortu dan harus mengulang di kelas yang sama adalah aib. Maka tindakan menyontek di halalkan.
Dalan rumah tangga terkadang kita melihat seorang suami yang begitu kejam dengan istri ataupun anaknya….eh begitu keluar suami tersebut dengan gampangnya menebar senyum kepada setiap orang yang dijumpai seakan-akan suami ini ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa dirinya adalah orang yang ramah dan tidak pemarah. Begitu pula untuk istri, kadang selepas marah dengan suaminya dan anak-anaknya yang dirumah…..eh begitu keluar rumah dengan memakai make up yang menggoda berusaha untuk menyapa kolega-koleganya sedemikian ramahnya seakan-akan si istri ini adalah istri yang sempurna tanpa cacat dan istri terbaik dalam hidupnya.
Memang kadang kita sering berperilaku pura-pura dalam hidup ini, entah itu kita sengaja untuk menutupi keburukan atau sekedar mencari perhatian orang-orang disekitar kita.
Orang yang mampu mengalahkan dorongan hawa nafsunya untuk berbuat jujur walaupun dalam keadaan sangat membutuhkan, berarti ia telah berhasil memenangkan peperangan yang sangat besar, peperangan mengalahkan dorongan hawa nafsu yang selalu menyuruh untuk berbuat keburukan. Pada akhirnya orang tersebut akan mempunyai kesadaran tinggi bahwa walaupun tidak ada orang lain yang menyaksikan dirinya berbuat kecurangan atau maksiyat, tetapi hatinya sangat yakin bahwa Allah ada dan sangat tahu tentang peristiwa itu. Manusia itu bisa bersembunyi dari penglihatan sesama manusia tetapi ia tidak akan bisa bersembunyi dari penglihatan Allah Yang Maha Melihat.
Pada zaman yang tidak stabil seperti seka-rang ini kita dapat menyaksikan, banyak orang yang pintar akalnya tetapi bodoh kalbunya, banyak yang kaya hartanya tetapi miskin jiwanya. Tidak sedikit orang yang terpandang kedudukannya tetapi hilang kejujurannya, dan makin bertam-bah pengkhianatannya.
Banyak orang yang sengaja melenyapkan kebaikannya dan berlomba menambah keburukannya. Manusia sekarang sudah langka menghargai orang lain karena kemuliaan akhlaknya, tetapi makin ber-tambah banyak orang yang menghargai manusia karena tinggi pangkat, kedu-dukan dan banyaknya perhiasan dunia. Dengan dasar tersebut maka tidak aneh kalau di zaman sekarang lebih banyak manusia yang berlomba menumpuk harta dan mengejar kedudukan walaupun dengan jalan yang tidak baik.
Mereka tidak memperdulikan lagi halal atau haram, boleh atau tidak boleh, sehingga mereka tidak mau tahu lagi mana hak dirinya dan mana hak orang lain.
Padahal Allah SWT dan Rasul-Nya telah mengajarkan kepada manusia untuk selalu berbuat jujur dan berhati mulia. Allah telah berfirman dalam al-qur’an surat al-Baqoroh ayat 42 artinya:

وَلا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan Jangan kau campur adukan yang haq dengan yang bathil dan jangan kamu sembunyikan kebenaran itu, padahal engkau mengetahuinya”,
dan Nabi Muhammad telah bersabda :

عَنْ اَبِى بَكْرٍ الصّدّيْقِ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: عَلَيْكُمْ بِالصّدْقِ، فَاِنَّهُ مَعَ اْلبِرّ وَ هُمَا فِى اْلجَنَّةِ. وَ اِيَّاكُمْ وَ اْلكَذِبَ، فَاِنَّهُ مَعَ اْلفُجُوْرِ وَ هُمَا فِى النَّارِ

Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu bersama kebaikan, dan keduanya di surga. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena dusta itu bersama kedurhakaan, dan keduanya di neraka”. [HR. Ibnu Hibban di dalam Shahihnya, juz 5, hal. 368, no. 5743]
Oleh karena itu, tausiyah di antara kita sekarang adalah anjuran untuk selalu memelihara nilai-nilai kejujuran dalam diri kita melalui pemeliharaan qolbu dan budi pekerti masing-masing kita. Lalu ajarkan-lah nilai-nilai kejujuran itu kepada anak-anak kita sejak mereka masih balita. Hargailah anak-anak kita apabila mereka berbuat jujur dan berilah teguran dan pengertian apabila mereka berbuat bohong dan berhianat. Sebab kejujuran itu suatu barang yang sangat berharga dan susah didapat, kalau dipelihara dengan baik akan membawa kita hidup berbahagia di dunia dan di alam baqa.
Sebaliknya kalau tidak dipelihara dengan baik akan hilang kejujuran dari diri kita dan akan mengakibatkan kesengsaraan dunia dan akherat.
Jangan percaya kepada omongan yang beredar di jalanan yang banyak dikatakan oleh orang yang tidak berakhlaq baik, mereka mengatakan bahwa “siapa yang jujur pasti hancur” atau siapa yang jujur pasti di kubur. Tetapi percayalah dengan sepenuh hati dari perkataan orang bijak bahwa “orang jujur itu pasti mujur”. Atau orang jujur pasti makmur. Memang mungkin pada awalnya orang yang curang itu beruntung, hidupnya seperti serba mudah, tetapi lihatlah di akhir perjalanan hidupnya keuntungan mereka tidaklah lama, kegembiraan berganti kesusahan, kesejahteraan berganti dengan tangisan, kemulyaan berganti kehinaan. Sedangkan orang jujur pada mulanya tidak begitu mujur atau bahkan kesusahan tetapi pada akhirnya ia tetap bahagia yang sangat abadi, kemuliaan yang tiada berhenti di dunia terus berlanjut ke akhirat nanti.
Hubungan hati dengan perilaku seseorang adalah hubungan timbal balik, yang satu mempengaruhi yang lain. Hati mempola terhadap tingkah laku begitu pula seba-liknya tingkah laku akan memberi akibat kepada hati. Hati yang baik akan menjadi pedoman perilaku seseorang sehingga menjadi baik, perilaku yang baik akan mengkondisikan hati menjadi baik. Begitu pula hati yang tidak baik mendorong seseorang untuk berperilaku tidak baik dan perilaku yang buruk akan menyebab-kan hati rusak. Karena setiap perilaku buruk dikerjakan akan menyebabkan hati bergetar tidak teratur dan kalau keadaan tersebut terus menerus akan mengaki-batkan keadaan hati menjadi buruk.

عَنِ اْلحَسَنِ بْنِ عَلِيّ رض قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص: دَعْ مَا يُرِيْبُكَ اِلىَ مَا لاَ يُرِيْبُكَ. فَاِنَّ الصّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ، وَ اْلكَذِبَ رِيْبَةٌ

Dari Hasan bin Ali RA ia berkata : Saya hafal dari Rasulullah SAW (beliau bersabda), “Tinggalkan apa-apa yang meragukanmu (berpindahlah) kepada apa-apa yang tidak meragukanmu, karena jujur itu adalah ketenangan dan dusta itu adalah keraguan. [HR. Tirmidzi dan ia berkata : Hadits Hasan Shahih, di dalam At-Targhiib wat Tarhiib, juz 3, hal. 589]
Yang jelas ketidak jujuran akan menyebabkan kerusakan hati, dan kalau dibiarkan akan menyebabkan hati itu rusak parah, padahal hati itu inti dari kehidupan kalau hatinya baik maka semua kehidupan itu akan baik, sebaliknya kalau hati tidak baik maka semua kehidupan itu akan tidak baik. Ada dua cara agar kita selalu hidup jujur dan hati kita terhindar dari kerusakan; yang pertama adalah hendaknya mengingat sifat IHSAN, ada dan tiada perbuatan semuanya terlihat dan merasa dilihat Allah. Yang kedua, hendaknya selalu mengingat bahwa manusia akan mati.
Dengan mengingat mati maka manusia menyadari bahwa hidup itu tidak lama, dan dengan mengingat mati manusia menyadari bahwa dirinya sedang menunggu pulang kehadirat Illahi.
Dengan mengingat mati, tidak ada agenda menunda minta ampun di kala pada suatu hari nanti kelak. Semua harus dilakukan dengan terbaik, dengan jujur, dan jika terjerembab ke dalam dosa lekas bertaubat saat itu juga. Dan dengan mengingat mati (yang siap datang kapanpun) maka hidup dilalui dengan hati-hati, tidak sembarangan karena semua yang diucap dan dilakukan sudah dipikirkan dengan baik.
Nilai-nilai kejujuran yang dilandasi oleh nilai-nilai relijius diatas paralel dengan nilai-nilai etika moral yang berlaku secara umum. Tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan adalah sebuah tempat bagi manusia untuk mengembangkan nilai-nilai kejujuran, sehingga output dari dunia pendidikan tersebut adalah sumber daya insani (human capital) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
Ini merupakan sebuah cita-cita ideal dari dunia pendidikan sebagai basis untuk belajar kejujuran. Seperti kata orang bijak, kejujuran itu berangkat dari rumah dan sekolah.
Belajar kejujuran yang pertama adalah dari kejujuran yang ada dalam keluarga dan yang ada di sekolah. Percaya atau tidak bahwa dalam keluarga yang baik atau disekolah yang baik, yang meletakkan basis pemahaman yang agamis, kita selalu saja diajarkan agar selalu bersikap Jujur. Hidup dengan kejujuran selalu saja dijadikan sebagai sebuah jalan yang bisa mengantarkan kita kepada posisi selamat. Dan terbukti, dewasa ini dunia pendidikan formal yang berfungsi menjalankan fungsi edukatif dipandang kurang mencerminkan sebagai suatu lembaga inkubator kejujuran.
Sering terdengar kejadian prilaku ketidak jujuran dipraktekan, seperti pelanggaran hak kekayaan intellektual dengan tumbuh-kembang-nya pola-pola copy paste dalam dunia penelitian akademik, pengangkatan guru yang tidak jujur dengan melalui jalur nepotisme, penyalahgunaan anggaran pendidikan, budaya nyontek di kalangan sisiwa, penipuan dalam sertifikasi dan yang diterakhir kali yang sangat mengiris hati adalah banyaknya kecurangan dalam pelaksanaan UN
Kecurangan adalah bentuk ketidakjujuran dalam dunia pendidikan yang idealnya menjadi tempat belajar bagi anak-anak atau bahkan kita sendiri untuk belajar kejujuran. Sekolah yang selama ini menjadi harapan bagi kita untuk membangun sikap-sikap positif yang mulia, seperti berakhlak baik dalam artian menjunjung nilai-nilai kejujuran, sopan santun, dan sebagainya ternyata sekarang semakin sirna.
Oleh karena itu, perlu memposisikan sekolah sebagai basis untuk belajar kejujuran adalah sesuatu yang final dan krusial. Pola-pola ketidakjujuran yang terjadi dalam dunia pendidikan harus mendapat respons yang sangat tegas dari para stakeholders dan dari semua elemen bangsa termasuk orang tua dan murid, sehingga sekolah kembali menjadi tempat yang sangat penting dalam menumbuhkan nilai-nilai kejujuran sumber daya insani Indonesia.
Memelihara amanah itu sebagaimana memelihara kejujuran mudah diucapkan tetapi sangat berat dalam pelaksanaan. Membina diri untuk jujur dan amanah adalah tidak sesederhana dalam wacana tetapi memerlukan potensi dan waktu yang relatif panjang. Sebab jujur itu bagian dari kepribadian yang merupakan hasil dari proses internalisasi nilai-nilai yang sangat lama oleh karena itu perlu komitmen bersama untuk menciptakan kejujuran pada diri kita maupun anak-anak generasi muda kita .
Pola pengasuhan anak yang cenderung selalu mengkambing hitamkan benda atau binatang ketika anak kita melakukan kesalahan akan membekas di diri anak bahwa setiap kesalahan yang ia perbuat adalah akibat dari orang lain, kesadaran itu melekat kuat sampai dewasa ketika ia telah menjadi pemimpin dan membuat kesalahan maka kesalahnnya itu tidak ia akui sebagai kesalahan dirinya tetapi ia tuduhkan kepada bawahannya ataupun kepada orang lain sebagai kambing hitam.
Tiada kebahagiaan yang abadi kecuali kebahagiaan orang jujur di surga kelak, dan tiada kesengsaraan yang abadi kecuali kesengsaraan orang yang tidak jujur di neraka kelak.
Semoga bermanfaat.

Sumber : www.mta-online.com
(Warga Majlis Colomadu KRA, dari berbagai sumber..)

0 komentar:

Posting Komentar